Peluang Aliansi PLC-Houthi Gagalkan Kemerdekaan Yaman Selatan
Di tengah konflik berkepanjangan di Yaman, pernyataan Wakil Menteri Luar Negeri Yaman, Mustafa Noman, menjadi sorotan utama. Dalam wawancara dengan saluran berita Al Arabiya, Noman menyatakan kesiapannya untuk bersekutu dengan milisi Houthi guna mempertahankan persatuan negara dan menolak upaya kemerdekaan Yaman Selatan atau Arabia Selatan.
Pernyataan ini disampaikan dari Riyadh, menandakan ketegangan yang semakin memanas antara faksi-faksi di Yaman.
Noman menekankan bahwa para pendukung persatuan, yang disebut sebagai "unionists", tetap kuat di kubu pemerintah yang sah. Ia mengkritik kelompok separatis di Yaman Selatan, yang didukung oleh Dewan Transisi Selatan (STC), sebagai ancaman bagi integritas wilayah Yaman.
Peluang aliansi dengan Houthi, yang selama ini menjadi musuh bersama berbagai faksi dianggap sebagai langkah ekstrem dan langkah terakhir untuk melindungi legitimasi pemerintah.
Konflik Yaman telah berlangsung sejak 2014, ketika Houthi merebut ibu kota Sanaa, memaksa Presiden Abdrabbuh Mansur Hadi melarikan diri. Koalisi yang dipimpin Arab Saudi campur tangan pada 2015 untuk mendukung pemerintah sah, tetapi perang sipil ini telah menewaskan ratusan ribu orang dan menyebabkan krisis kemanusiaan terburuk di dunia.
Yaman Selatan, yang pernah menjadi negara merdeka sebelum bersatu dengan Utara pada 1990, kini menjadi pusat perjuangan separatis.
Dewan Kepemimpinan Presidensial (PLC), dibentuk pada 2022 sebagai pengganti Hadi, bertujuan menyatukan faksi anti-Houthi. PLC mencakup berbagai kelompok, termasuk STC yang didukung Uni Emirat Arab (UEA) dan faksi lain yang didukung Arab Saudi. Namun, perbedaan visi antara anggota PLC semakin terlihat, dengan STC mendorong kemerdekaan Selatan sementara Saudi menginginkan persatuan Yaman.
Skenario kemungkinan PLC bersekutu dengan Houthi muncul sebagai respons terhadap ekspansi STC di wilayah timur seperti Hadramaut dan Al-Mahra. STC, dengan dukungan UEA, telah merebut kota-kota strategis, termasuk Seiyun, yang menguasai sebagian besar cadangan minyak Yaman. Langkah ini dilihat sebagai langkah menuju deklarasi kemerdekaan, yang akan memecah Yaman menjadi dua negara.
Jika PLC, khususnya faksi non UEA, melihat kemerdekaan Selatan sebagai ancaman lebih besar daripada Houthi, aliansi tak terduga bisa terjadi. Dengan demikian, kesepakatan dengan Houthi untuk membendung STC bisa menjadi opsi, meski bertentangan dengan tujuan awal PLC.
Aliansi semacam itu akan melibatkan pembagian kekuasaan sementara untuk menekan separatis Selatan. Houthi, yang menguasai wilayah utara termasuk Sanaa, bisa dimanfaatkan sebagai kekuatan militer untuk merebut kembali Aden dan wilayah selatan lainnya. Namun, ini berisiko karena Houthi didukung Iran, yang bertentangan dengan kepentingan Saudi dan sekutu Baratnya.
Dalam skenario ini, PLC mungkin menawarkan Houthi jaminan keamanan di utara atau keanggotaan sebagai imbalan atas bantuan melawan STC. Hal ini bisa mengubah dinamika perang, di mana fokus bergeser dari memerangi Houthi menjadi menjaga persatuan melawan separatis. Namun, UEA dan Israel, yang mendukung STC, kemungkinan akan menentang keras, berpotensi memicu konflik regional lebih luas.
Pertanyaan apakah anggota Houthi akan dimasukkan ke PLC menjadi krusial. Saat ini, PLC dirancang sebagai koalisi anti-Houthi, dengan anggota seperti Rashad al-Alimi sebagai ketua. Tidak ada indikasi resmi bahwa Houthi akan bergabung, karena hal itu akan melemahkan legitimasi internasional PLC meski berpeluang menciptakan perdamaian yang lebih kuat di Yaman.
Meski demikian, jika negosiasi damai gagal, beberapa faksi dalam PLC mungkin membuka pintu bagi representasi Houthi untuk menghindari perpecahan lebih lanjut. Namun, analis menilai kemungkinan ini rendah, karena Houthi menolak berbagi kekuasaan walau memasukkan kadernya di PLC tidak harus membubarkan pemerintahan Houthi di Sanaa.
Integrasi Houthi ke PLC akan memerlukan kompromi besar, seperti penghentian serangan lintas batas dan pengakuan atas pemerintahan bersama. Tetapi, dengan STC semakin dominan di Selatan, PLC mungkin terpaksa mempertimbangkan opsi ini untuk mempertahankan pengaruhnya di utara.
Jika PLC dan Houthi sepakat menolak kemerdekaan Yaman Selatan, nasib wilayah itu bisa mirip dengan Kurdistan Irak. Pada 2017, Kurdistan Irak menggelar referendum kemerdekaan dengan dukungan 93 persen, tetapi gagal memisahkan diri karena oposisi keras dari pemerintah Irak dan negara tetangga.
Referendum Kurdistan diikuti oleh blokade ekonomi dan militer dari Baghdad, yang merebut kembali Kirkuk dan wilayah sengketa. Dukungan internasional minim, karena Barat lebih memprioritaskan stabilitas Irak daripada kemerdekaan Kurdistan.
Demikian pula, Yaman Selatan mungkin menghadapi isolasi jika mendeklarasikan kemerdekaan. Meski STC menguasai wilayah luas, pengakuan internasional sulit didapat, terutama dari PBB yang mendukung persatuan Yaman.
Negara Teluk sebagai aktor utama, kemungkinan akan mendukung upaya PLC-Houthi untuk menekan Selatan, mirip bagaimana Irak menyikapi referendum Kurdistan. Ini bisa berujung pada konflik bersenjata baru, di mana STC kehilangan kendali atas sumber daya minyak.
Perbedaan utama adalah dukungan UEA bagi STC, yang lebih kuat daripada dukungan internasional bagi Kurdistan. Namun, jika aliansi PLC-Houthi terbentuk, tekanan ekonomi dan militer bisa memaksa Selatan mundur dari ambisi kemerdekaannya.
Nasib Kurdistan menjadi pelajaran bagi Yaman Selatan: referendum saja tidak cukup tanpa dukungan global. Oposisi dari Iran, Saudi, dan Barat bisa membuat kemerdekaan hanya mimpi yang tak terwujud.
Implikasi regional dari skenario ini sangat besar, karena bisa memengaruhi perdagangan melalui Selat Bab el-Mandeb. Houthi, jika bersekutu dengan PLC, akan menjadi kekuatan besar yang disegani. Politisi Houthi akan berpeluang menghadiri sidang PBB sebagaimana perwakilan STC sebelumnya.
Pada akhirnya, pernyataan Noman mencerminkan usaha pemerintah Yaman untuk mempertahankan persatuan. Namun, tanpa resolusi damai, Yaman berisiko terpecah lebih dalam, dengan Yaman Selatan berpotensi menjadi "Kurdistan" baru di Semenanjung Arab.
Masyarakat internasional diharapkan bikak menyikapi politik internal Yaman karena menjadi salah satu indikator perdamaian bagi kawasan Timur Tengah.
Baca selanjutnya



Post a Comment